Selasa, 05 Agustus 2008

Surat Untuk Istriku...


Alhamdulillah... fajar itu kembali menyemburatkan sinar kehangatannya, memberikan sejumput asa akan putaran roda kehidupan yang masih akan terus berputar. Menengarai pergerakan ombak yang akan terus memperlihatkan kegagahannya. Menghembuskan ayunan angin dengan aroma kesegarannya. Membentangkan helaian perjalanan panjang yang siap ditempuh dengan segala kerlip warna di setiap sudutnya.
Istriku... rasanya belum begitu lama kita mengayuh sampan ini. Namun, ternyata perjalanan kita tlah jauh meninggalkan dermaga itu, tempat ketika kita mengikat janji dan komitmen untuk merangkai asa dan cita dalam langkah dan kata yang sama dan senada. Kini, biduk ini sudah jauh meninggalkan dermaga itu. Tidak sedikit badai menampar wajah sampan kita, tidak sedikit ombak yang menderu mencoba menghajar ketangguhan sampan ini, panas dan terik mentari pun tak terhitung menjilat-jilat penatnya perjalanan ini. Alhamdulillah, Allah memberikan kekuatan-Nya, menunjukkan kita ke arah perjalanan yang kita tuju, walau dengan segenap keletihan, keringkihan, dan kehampaan jiwa yang selalu menghampiri...

Ah... dua tahun sudah, genap usia perjalanan ini.... dan kita pun tidak berdua lagi... hadir di tengah kita sesosok makhluk mungil yang selama ini kita idamkan, menghangatkan hari-hari yang akan kita lalui jauh ke depan, memberikan keceriaan dengan pesona harum keihklasannya, memberikan sandaran asa bagi kita 'tuk menjadi bagian dari prajurit Allah kelak, yang tangguh dan lantang meneriakkan kebenaran, solid dan intima pada manhaj yang kokoh, tsabat dan mujahadah dalam membela Allah dan Rasul-nya. Sesuai dengan nama yang kita berikan,
Nazheef Ghazwan Afzalurrahman....

Bidadariku... maafkan aku, bila dalam perjalanan kita yang belum lama ini, aku belum menjadi nahkoda yang baik, yang dapat menuntun ke arah perjalanan yang dikehendaki-Nya, yang dapat memberikan pelita yang terang ketika pekat malam menghampiri, yang dapat mengayuh kuat ketika badai mengguncang, yang dapat menjadi penyair syahdu ketika sendu bertamu, yang dapat meredam nafsu ketika amarah menggebu. Maafkan aku... Bila cintaku tak sedalam cinta Rasulullah kepada Aisyah, tak sekokoh cinta Ibrahim kepada Hajar, juga tak seindah cinta Ali kepada Fathimah... Bagiku, kau adalah bidadari. Teman perjalanan yang hangat penuh keikhlasan, teman bermain yang ceria penuh kebahagiaan, dan teman perjuangan yang gigih penuh tsabat dan kesungguhan... Tetaplah menjadi bidadari di sisiku, yang akan menemaniku untuk meneruskan perjalanan ini dengan segala hiruk pikuk di dalamnya. Mari, kembali kita kuatkan energi, pererat cengkraman jari jemari, perdalam ketsiqohan, dan terus sucikan keikhlasan jiwa... agar perjalanan ini semakin menarik, agar perjalanan ini semakin penuh dengan warna, agar perjalanan ini semakin penuh dengan keberkahan... sampai kita menemukan arah yang kita tuju, tempat kita berlabuh, untuk meraih cinta dan ridha-Nya...