Jumat, 17 Oktober 2008

Mengapa Kapitalisme Meruntuhkan Ekonomi Dunia?

Diskusi hangat malam ini di ruang perkuliahan IEF (Islamic Economic and Finance) Trisakti, Graha Menara Megah lantai lima diawali dengan sebuah topik hangat mengenai krisis keuangan global yang menimpa dunia dan berawal dari Amerika Serikat sebagai motor penggerak sistem ekonomi kapitalis.

Kapitalisme telah menyebabkan terjadinya krisis yang selalu berulang di dunia ini. Semenjak kapitalisme menjadi urat nadi perekonomian, dunia telah mengalami krisis sebanyak lima kali. Dan, krisis kali ini adalah krisis yang kelima setelah sebelumnya krisis menimpa pada tahun 1997/1998 yang lalu. Mengapa kapitalisme dianggap sebagai biang keladi dari krisis global ini? Apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan dari kapitalisme tersebut? Setidaknya ada 4 pokok masalah yang secara instrinsik dimiliki oleh kapitalisme, adalah sebagai berikut:
pertama, kapitalisme menjadikan uang sebagai komoditi. Dalam kapitalisme terjadi pasar semu. Jual beli uang dan derivatifnya, berupa saham, obligasi, index, dan sebagainya telah menyebabkan terjadinya bubble economy. Sektor moneter dipisahkan jauh dari sektor riil. Ekonomi terlihat mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, tapi sebenarnya hanyalah gelembung seperti balon yang semakin lama gelembung tersebut semakin besar, pada akhirnya akan pecah, hancur berantakan. Sementara sektor riil tidak mengalami perkembangan yang signifikan, bahkan jauh tertinggal dari sektor moneter. Terjadinya jurang pemisah yang lebar menganga antara sektor moneter dan sektor riil, menunjukkan kerapuhan bangunan ekonomi, dan tidak diragukan lagi pada suatu saatnya nanti akan meletus, hancur berantakkan. Di lain pihak, saham yang merupakan derivasi dari uang dan diperdagangakn sedemikian likuidnya di pasar modaltidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya dari perseroan. Nilai saham naik dan turun bukan disebabkan oleh kondisi internal perusahaan (fundamentalis issue) tapi lebih disebabkan oleh emotional issues, seperti faktor-faktor yang sifatnya politis, isu yang mencuat ke permukaan, dsb. sehingga, bisa jadi perusahaan sedang berjalan ke arah kebangkrutan tetapi sahamnya justru mengalami over pembelian. Dan, inilah yang terjadi saat ini.

Kedua, Kapitalisme berdasarkan pada sistem ribawi. Sudah tidak diragukan lagi, bahwa riba adalah sesuatu yang dilarang dalam sistem ekonomi Islam. Riba memiliki 73 pintu dosa, dimana dosa paling ringan dari riba bagaikan dosa seorang anak menzinahi ibunya. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana dosa yang paling berat dari riba..? Allah SWT berfirman dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 275-276, yang terjemahannya sebagai berikut,

"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah idambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulang (mengambil riba), maka orang itu adalah para penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah. Dan, Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa."

Dalam menafsirkan ayat tersebut di atas, Muhammad Ali Ash Shabuny dalam tafsirnya Cahaya Quran memaparkan bahwa Alquran menyerupakan orang yang mengambil riba dengan orang yang gila, tidak waras, dan dirasuki syetan, karena Allah mengembangkan apa yang mereka makan di dalam perut dari hasil riba, sehingga membuat mereka terbebani dan berat, lalu mereka tampak seperti orang tak waras, yang bangkit lalu menjatuhkan diri. Bahaya riba dari sisi ekonomi sudah sangat jelas. Riba menjadikan manusia terbagi menjadi dua tingkatan. yang satu tingkatan orang yang hidup mewah bergelimang kenikmatan dan kesenangan berkat keringat yang mengucur dari kening orang lain. yang satu lagi tingkatan orang yang tidak punya apa-apa, dikejar kebutuhan hidup dan kemiskinan namun mereka harus mensubsidi tingkatan sebelumnya.

Ketiga, Spekulasi. Mekanisme pasar uang dan pasar modal, tidak bisa terlepas dari spekulasi para investor. Jual beli uang dan derivasinya penuh dengan spekulasi untuk meraih kekayaan di kemudian yang sifatnya tidak pasti, tidak riil.

Keempat, Maysir (penipuan). Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, saham-saham yang diperjualbelikan tidak secara kongkrit menggambarkan kondisi kinerja perusahaan, karena lebih banyak dipengaruhi oleh isue-isue yang lebih bersifat emosional, bukan fundamental.

Kamis, 16 Oktober 2008

Kepada Anakku, Afzalurrahman...

17 Oktober 2008, bagi sebagian orang mungkin tanggal ini gak begitu berarti karena memang jarang ditemui berada dalam buku-buku literatur sejarah sebagai tanggal yang punya nilai histori. Tapi bagi aku, tanggal ini jelas punya makna tersendiri. Ya, hari ini genap sudah anakku, Afzalurrahman, berusia 6 bulan. Usia peralihan, dari masa ber-ASI ria ke masa pengenalan berbagai macam jenis rasa makanan dan minuman. Aku yakin, hari-hari mendatang akan dipenuhi dengan warna-warni kejutan yang diatraksikan oleh anakku, kejutan-kejutan manis akan sebuah pertumbuhan dan perkembangan akan jiwa dan jasad menuju ke sebuah tahap kekanakkan yang penuh dengan arena permainan.

Anakku, sengaja kutulis dan kuposting tulisan ini, agar kelak kau tahu, bahwa kau adalah bagian dari sejarah. Bukan hanya sejarah bagi ayah dan ibumu, tapi juga sejarah bagi orang yang pernah dan akan mengenalmu, sejarah bagi orang yang tidak pernah mengenalmu, sejarah bagi orang yang mencintaimu, sejarah bagi orang yang membenci dan memusuhimu, sejarah bagi tapak-tapak jalanan yang di atasnya kau teteskan keringat lelah perjuangan panjang, sejarah bagi bumi yang tidak kunjung kau jejaki, sejarah bagi bangsa yang merindu aksi juang keimananmu, sejarah bagi negeri yang menanti gegap kepal kekar tanganmu mencengkeram durjana perusak dan penghancur yang murka. Dan yang pasti, kau adalah sejarah bagi perjalanan agama menuju mihrab kemenangan yang dijanjikan.

Anakku, ketika kau dilahirkan ke bumi ini dengan sedaya juang ibumu yang ikhlas dan sesabar ayahmu yang menanti penuh kerinduan, bukan sekedar senyum ayah-ibumu yang mengembang kebahagiaan, bukan jua sekedar peluk syukur saudaramu yang hangat kegirangan. Dibalik itu semua, amanah yang menggunung, pun harapan yang menganak samudera, telah diletakkan di atas pundakmu yang mungil. Bukan, bukan oleh ayah dan ibumu. Tapi oleh seluruh penduduk langit dan bumi. Mereka yang berharap kehadiranmu menjadi angin penyejuk episode kehidupan ini. Mereka yang sudah tak sabar lagi menanti semburat sinar pengusir kegelapan. Mereka yang tlah lelah menanti sosok tubuh yang tegap dengan tekad membara, membawanya ke arah pendakian yang lurus, agar aroma puncak yang segar dan panorama indah lembah kemenangan segera dapat dihirup dan disaksikan...

Anakku, Palestina yang membara, Irak yang bergejolak, Afghanistan yang merana, Indonesia yang menderita, dan sederet panjang negeri-negeri muslim yang berduka... Mereka adalah korban-korban kebiadaban zionis dan Amerika sebagai biang penjahatnya. Dunia ini tlah lelah, merindu aksi seorang anak manusia yang ikhlas, yang mampu mengabdikan segala waktu, tenaga, dan jiwanya, untuk memimpin mereka keluar dari segala krisis kehidupan yang menggurita. Jadilah kau sosok itu, pemimpin yang akan membawanya menjadi khalifah Allah di bumi ini, yang akan memakmurkannya dengan penuh amanah dan kokohnya keimanan...

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahui; sedangkan Allah mengetahuinya” (al Anfal: 60).


“Kerana itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar” (an-Nisa’: 74).

al Imam asSyahid berkata pada penutup Risalah al Jihad “Sesungguhnya ummat yang menyebabkan kematian dengan cara yang baik dan mengetahui bagaimana untuk mati dalam kematian yang mulia, Allah mengurniakan kepadanya kehidupan yang mulia di dunia dan kenikmatan yang abadi di akhirat. Tidak adalah al Wahan yang melemahkan kita yakni kecintaaan kepada dunia dan kebencian kepada mati. Maka persiapkanlah diri kamu untuk amal yang besar ini dan inginkanlah kepada kematian, nescaya akan diberikan kepadamu kehidupan. Dan ketahuilah kematian itu tidak dapat tidak daripadanya. Ianya (kematian) adalah sekali sahaja, jika kamu jadikannya pada jalan Allah jadilah ia keuntungan di dunia dan balasan pahala di akhirat. Tidaklah menimpa kamu melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kamu. Maka ketahuilah, dengan kematian yang mulia itu kamu berjaya dengan kebahagian yang sempurna. Semoga Allah mengurniakan kepada kami dan kepadamu kemuliaan mati syahid di jalanNya.”

Kamis, 09 Oktober 2008

Jabatan Tangan Berbuah Dosa

Pernahkah Anda berjabat tangan? Jawabannya pasti pernah. Terlebih bagi Anda yang muslim, karena dalam Islam, berjabat tangan merupakan suatu akhlak terpuji yang dianjurkan untuk dilakukan, tentunya bagi sesama jenis atau bagi yang makhrom. Tetapi, ketika pertanyaan tadi dilanjutkan, “Bagaimana perasaan Anda ketika berjabat tangan dengan saudara atau teman Anda?” jawabannya pasti juga banyak dan beragam. Saya sering mengalami hal yang kurang mengesankan ketika bersalaman/berjabat tangan, mungkin Anda juga sering merasakannya.

Suatu ketika, dengan perasaan rindu dan hormat, saya mendekati teman dan mengajaknya berjabat tangan seraya pamit untuk meninggalkan ruangan kerja lebih dulu. Namun rasa ta'zim dan niat baik itu berujung sesal dan sakit, karena teman yang diajak bersalaman hanya menjulurkan tangan kanannya saja tanpa berpaling muka ke arah saya sedikit pun. Matanya asik dengan kegiatannya sendiri seolah tak peduli kehadiran saya. Sesal, karena saya merasa telah mengganggu aktivitasnya. Kalau saja tahu bakal dicuekin seperti itu, mungkin saya urung untuk berjabatan tangan dengan nya. Sakit, karena sebagai teman saya tak dianggap mulia, bahkan oleh teman sendiri. Okelah, mungkin saya yang salah, telah mengganggu aktivitasnya, gumam saya menghibur diri.

Di saat yang lain, saya sedang berasik ria dengan aktivitas membaca Alquran di meja kerja saya. Tiba-tiba teman saya mendekat untuk mengajak berjabat tangan karena dia baru saja hadir di kantor pagi itu. Dengan segera, saya hentikan aktivitas membaca saya, saya raih tangannya dengan wajah yang diusahakan seceria mungkin. Namun, sakit kembali menghampiri hati ini. Teman yang menghampiri dan mengajak bersalaman, ternyata hanya menjulurkan tangan saja dan mukanya melihat ke arah teman yang lain. Ah, kenapa juga harus mengajak jabat tangan dengan saya kalau mukanya ke arah yang berbeda. Lebih baik gak usah jabatan aja deh.. pikir saya.

Heran sekaligus miris. Karena orang yang mengajak maupun yang saya ajak berjabatan adalah mereka yang muslim, yang bahkan dalam aktivitas kesehariannya sangat lekat dengan ibadah dan aktivitas dakwah. Miris, karena berjabatan tangan adalah akhlak yang merupakan bunga dari keimanan seorang muslim. Bagaimana mungkin seseorang berkoar-koar mengajak orang berbuat kebajikan kalau akhlaknya sendiri belum mencerminkan kepribadian da'i yang integral. Barangkali bukannya mereka mau mendengar seruan kita, yang terjadi malah mereka kabur karena sikap kita yang tidak hangat dan ramah.

Teman, sadarilah! Jangan sampai kita nyaman dengan kebajikan yang kita lakukan itu. Kita tidak sadar, bahwa sikap baik yang kita tampilkan itu justru membuat luka menganga dalam hati orang lain karena cara kita yang salah dalam menampilkannya. Dengan sikap itu pula, kita justru melakukan black compaign terhadap Islam yang kita serukan kepada mereka. Bukankah kita sadar dan yakin bahwa berjabat tangan itu dapat merontokkan dosa-dosa kita? Lalu, apa makna yang akan kita dapat kalau berjabat tangan yang kita lakukan justru membuat orang lain sakit hati, berpersepsi yang salah terhadap Islam? Bukannya dosa yang rontok, tapi dosa yang semakin tumbuh subur dalam diri kita.

Diterima dari Anas bin Malik r.a. yang berkata, aku pernah mendengar seseorang berkata kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, jika seseorang bertemu dengan saudaranya atau temannya, apakah ia mesti menundukkan (kepala)?”“Tidak,” jawab Rasul.“Ataukah menghormat dan memeluknya?”“Tidak juga.”“Apakah memegang tangannya (berjabat tangan)?”“Ya,” jawab Rasul singkat. (Dikeluarkan oleh Imam Turmudzi dalam kitab bahasan mengenai minta izin (2728) bab tentang mushafahah. Ia mengatakan: ini adalah hadits hasan; Ibn Majah mengeluarkan hadits tersebut dalam kitab bahasan mengenai adab (3702) bab al-mushafahah. Imam Baihaki mengeluarkannya dalam bukunya (VII: 100), dan Imam Ahmad (III: 198).

Diterima dari Al-Barra bin ‘Azib r.a. yang berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Jika dua muslim saling bertemu, lalu saling berjabatan tangan, saling memuji Allah (sama-sama mengucapkan alhamdulillah), serta sama-sama beristighfar (memohon ampunan dosa) kepada Allah, pasti mereka akan diampuni dosanya.” Menurut satu riwayat, Rasulullah saw. bersabda, “Tiada dua muslim yang saling bertemu, lalu mereka saling berjabat tangan kecuali mereka akan diampuni dosanya sebelum mereka berpisah.” (Riwayat pertama dan kedua dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab Al-Adab (5211 dan 5212) bab tentang mushafahah; Imam Turmudzi mengeluarkan dalam kitab bahasan mengenai minta izin (2727) bab tentang penjelasan mengenai mushafahah; Ia mengatakan: hasan ini hasan gharib; Ibn Majah mengeluarkannya dalam kitab adab (3703) bab tentang mushafahah.

Dua hadits di atas mengungkapkan tentang keutamaan dari Berjabat tangan dengan sesama muslim. Memang, tidak diungkapkan adanya keharusan bermuka ceria dalam kedua hadits tersebut. Namun bukankah dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw memberikan gambaran kepada kita tentang keutamaan bermuka ceria di hadapan saudara seiman. Bahkan, senyum terhadap saudara kita dikategorikan termasuk bagian dari shadaqoh.

Al-Husein cucu beliau menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata: "Aku bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan:
"Beliau shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya. Siapa saja yang mengharapkanya pasti tidak akan kecewa dan siapa saja yang memenuhi undangannya pasti akan senantiasa puas. Beliau meninggalkan tiga perkara: "riya', berbangga-bangga diri dan hal yang tidak bermanfaat." Dan beliau menghindarkan diri dari manusia karena tiga perkara: "beliau tidak suka mencela atau memaki orang lain, beliau tidak suka mencari-cari aib orang lain, dan beliau hanya berbicara untuk suatu maslahat yang bernilai pahala." Jika beliau berbicara, pembicaraan beliau membuat teman-teman duduknya tertegun, seakan-akan kepala mereka dihinggapi burung (karena khusyuknya). Jika beliau diam, barulah mereka berbicara. Mereka tidak pernah membantah sabda beliau. Bila ada yang berbicara di hadapan beliau, mereka diam memperhatikannya sampai ia selesai bicara.